## Penyerbuan Kampus UNISBA dan UNPAS Bandung: Teror Negara atau Upaya Pengamanan?
Suasana mencekam menyelimuti kampus Universitas Islam Bandung (UNISBA) dan Universitas Pasundan (UNPAS) di Jalan Tamansari, Kota Bandung, pada Senin malam, 1 September 2025, hingga Selasa dini hari, 2 September 2025. Kejadian ini ditandai dengan penyerbuan aparat gabungan TNI-POLRI yang menembakkan gas air mata dan peluru karet secara langsung ke area kampus. Akibatnya, puluhan mahasiswa terjebak dan terluka, memicu gelombang kecaman publik yang meluas di media sosial.
Berbagai video amatir yang beredar di platform X (sebelumnya Twitter) memperlihatkan kepanikan yang terjadi di dalam kampus. Rekaman tersebut menunjukkan gas air mata memenuhi ruangan dan lorong-lorong, sementara suara tembakan terdengar jelas di latar belakang. Adegan tersebut menggambarkan suasana mencekam dan kekerasan yang dialami oleh para mahasiswa, relawan medis, dan bahkan petugas keamanan kampus yang berada di lokasi. Video-video ini telah viral dan menjadi bukti kuat atas insiden yang terjadi.
Kejadian ini bermula dari aksi demonstrasi mahasiswa di Gedung DPRD Jawa Barat pada Senin siang yang berujung ricuh. Setelah massa aksi dibubarkan, banyak demonstran yang terluka kemudian dievakuasi ke posko-posko medis darurat yang telah didirikan di kampus UNISBA dan UNPAS. Ironisnya, kampus yang seharusnya menjadi tempat aman bagi para mahasiswa, justru menjadi sasaran penyerangan aparat.
Sekitar pukul 23.30 WIB, situasi berubah menjadi lebih buruk ketika aparat keamanan dilaporkan merangsek masuk ke area kampus. Gas air mata ditembakkan secara membabi buta, menembus gerbang dan menyebar ke seluruh lingkungan universitas. Informasi yang beredar menyebutkan setidaknya 69 mahasiswa menjadi korban gas air mata. Keadaan semakin memburuk karena akses ambulans terhambat, menyulitkan proses evakuasi korban dari dalam kampus.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, melalui akun Twitter resmi mereka (@LBHBandung), mengecam keras tindakan represif aparat dan menyebutnya sebagai bentuk teror negara. Cuitan tersebut, yang langsung viral, menuding tindakan aparat sebagai pelanggaran prosedur serius dan bentuk penindasan terhadap warga negara sendiri. Sentimen serupa juga diungkapkan oleh berbagai pengguna media sosial, banyak yang menggunakan tagar #Bandung dan #1312ACAB (seruan yang mengkritik kekerasan aparat). Salah satu cuitan yang menonjol adalah dari akun @aeshaael yang menyerukan bantuan dan membagikan beberapa video yang menggambarkan kengerian di lokasi.
Pihak kepolisian, melalui Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rocmawan, memberikan penjelasan bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari patroli gabungan skala besar untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum pasca-demonstrasi yang dinilai anarkis. Patroli tersebut, menurutnya, bertujuan mencegah aksi susulan yang berpotensi mengganggu ketertiban masyarakat. Namun, penjelasan ini menuai banyak kritik dan dianggap tidak cukup untuk membenarkan tindakan represif yang menyebabkan korban luka dan traumatis di kalangan mahasiswa.
Kejadian di kampus UNISBA dan UNPAS ini menimbulkan pertanyaan serius tentang proporsionalitas penggunaan kekuatan oleh aparat keamanan dan perlindungan hak asasi manusia dalam penanganan demonstrasi. Peristiwa ini juga memicu debat publik mengenai peran kampus sebagai ruang aman bagi mahasiswa dan batas-batas tindakan penegakan hukum. Perlu investigasi menyeluruh dan transparan untuk mengungkap fakta sebenarnya dan memastikan pertanggungjawaban atas kekerasan yang terjadi. Kejadian ini juga menjadi catatan penting bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memperbaiki strategi penanganan demonstrasi dan menghormati hak-hak dasar warga negara.
**Kata kunci:** UNISBA, UNPAS, Bandung, demonstrasi mahasiswa, gas air mata, peluru karet, kekerasan aparat, teror negara, pelanggaran HAM, demonstrasi ricuh, DPRD Jawa Barat, aksi demonstrasi, kepolisian, TNI, investigasi.